Monday, April 18, 2011

Mancawarna Sarasvati, 2010/04/14




Sebuah Review Pribadi dari Konser Mancawarna Sarasvati
Bandung, 14 April 2011

Menjadi satu kebahagian tersendiri bagi saya untuk bisa hadir menyaksikan betapa indahnya pertunjukan Sarasvati malam itu di Teater Tertutup Dago Tea House Bandung yang bertajuk Mancawarna Sarasvati. Sesuai dengan tema tersebut, inilah sebuah konser yang menampilkan beragam warna, mulai dari sambutan dekorasi bernuansa kelam, lengkap dengan hantu-hantuan yang menambah kesan angker dan sesuai dengan image yang selama ini diciptakan Risa Saraswati dalam #ghostwit-nya, kemudian perpaduan antara musik tradisional, klasik dan modern yang ditambah aksi teatrikal di beberapa lagu serta kolaborasi dengan beberapa penyanyi seperti Vicky Burger Kill dan Cholil Efek Rumah Kaca, membuat sajian konser ini menjadi begitu matang.

Seluruh tiket yang disediakan panitia, baik itu pre-sale maupun on stage dinyatakan terjual habis. Dan walaupun hujan deras mengguyur kota Bandung sejak sore harinya, namun sepertinya tidak menyurutkan niat penonton untuk hadir dan memenuhi Teater Tertutup Dago Tea House tempat acara ini diselenggarakan. Simpati saya bagi rekan-rekan yang ingin menonton namun tidak kebagian tiket, bahkan sampai rela berhujan-hujanan. Mungkin di acara selanjutnya sebaiknya kita amankan dulu tiketnya sejak pre-sale kalau memang berniat menonton acara-acara musik seperti ini.

Acara dimulai sekitar pukul setengah delapan malam, dibuka dengan alunan suling kemudian Risa memasuki panggung, membawakan sebuah tembang berjudul Detik Hidup, menyiratkan dimulainya konser Mancawarna Sarasvati, yang disambut gemuruh tepuk tangan penonton. Waktu terus bergulir bersama lagu-lagu Sarasvati dari EP Story of Peter yaitu Fighting Club, Cut and Paste, Question dan Oh I Never Know yang seharusnya sudah tidak asing lagi di telinga penonton. Aransemen string ditambah Karinding Attack pada lagu-lagu tersebut sangat menarik untuk disimak, harmoni dan kolaborasi yang disajikan membuat lagu-lagu tersebut terasa lebih segar dan kaya akan bebunyian dari berbagai instrumen.

Saya setengah tak percaya ketika Risa mengatakan akan membawakan lagu ini, sebuah lagu dari Guruh Sukarnoputra yang berjudul Melati Suci. Sedikit berkisah tentang Melati Suci, lagu ini merupakan lagu yang syahdu, persembahan dari seorang anak kepada sang ibunda, Fatmawati, yang sedihnya tak sempat mendengarkan lagu ini karena beliau meninggal di Tanah Suci beberapa hari setelah Guruh menyelesaikan lagu ini. Guruh baru sempat menelpon dan mengatakan telah membuat sebuah lagu untuk beliau. Dari liriknya saya mencoba merasakan kedalaman rasa cinta dan hormat Guruh kepada Ibunya, seorang Ibu dan pahlawan sesungguhnya, yang dengan penuh ketulusan berjuang mendampingi Bung Karno, mengurus keluarga hingga memberikan jiwa raganya bagi negeri ini. Saat saya mendengarkan lagu ini (versi aslinya) dahulu, saya pernah berdiskusi dengan seorang teman, saat itu Risa masih menjadi vokalis Homogenic. Kami berdua sepakat kalau lagu Melati Suci ini paling cocok kalau dinyanyikan kembali oleh Risa dan membayangkan jika pada suatu ketika lagu ini dibawakan olehnya. Malam itu saya tak perlu lagi membayangkannya karena Sarasvati membawakan Melati Suci. My dream comes true, terimakasih Sarasvati, terimakasih Risa, ucap hati saya ketika itu.

Dari Melati Suci yang syahdu Sarasvati melanjutkan konser ini dengan lagu Bilur yang bercerita tentang kepedihan hidup seorang penembang kawih sunda bernama Ibu Mae. Rasanya suasana saat lagu ini dibawakan menjadi kareueung kalau kata orang sunda, sepi dan kelam, aransemen musik dan vokalnya membawa penonton pada nuansa tersebut, dan diakhiri oleh lirik sunda dari Ibu Ida yang menurut penuturan beliau lirik tersebut datang dari Ibu Mae. Believe it or not, it's up to you. Selanjutnya Sarasvati membawakan lagu Melati Putih karya Abah Iwan dan satu tembang dari Chrisye yang berjudul Kala Sang Surya Tenggelam disusul Tiga Titik Hitam yang berkolaborasi dengan Vicky Burger Kill. Disini konsentrasi saya terganggu karena harus menyerahkan tiket milik teman saya yang tidak jadi menonton dan dibeli oleh temannya si teman (pusing ya..:D). Tapi hal ini saya ambil positif saja sekalian melakukan manuver mencari tempat yang lebih baik untuk memotret.

Setelah satu lagu karya Franky Sahilatua yang berjudul Perjalanan, Sarasvati berkolaborasi dengan Cholil Mahmud dari Efek Rumah Kaca untuk membawakan salah dua lagu wajib nasional, yaitu Gugur Bunga dan Syukur. Malam itu lagu Gugur Bunga didedikasikan untuk Kang Ibing. Sebelum lagu ini dibawakan sempat diputar potongan film Kabayan Mencari Gadis Jujur yang dibintangi oleh alm. Kang Ibing, yang semasa hidupnya sangat aktif dalam memajukan seni dan budaya sunda melalui jalur komedi dan juga dalam dakwahnya. Saya pikir tidak berlebihan jika kita menganggap Kang Ibing sebagai pahlawan, dalam bidang seni dan budaya, khususnya budaya sunda. Dan saat sang pahlawan telah tiada, kita akan mengenang dan melanjutkan perjuangannya. Selamat jalan Kang Ibing.

Setelah lagu Aku dan Buih, pertunjukan Mancawarna Sarasvati akhirnya ditutup dengan lagu yang merupakan inti dari album Sarasvati, yaitu Story of Peter. Akhir yang sangat sempurna untuk konser malam itu. Sosok Peter dalam lagu itu ditampilkan keatas panggung oleh seorang anak lelaki yang berkulit putih dan berambut pirang dengan pakaian yang sesuai seperti anak-anak Belanda pada zaman penjajahan dulu. Konser Mancawarna Sarasvati pun selesai, meninggalkan beragam warna dan apresiasi bagi setiap penontonnya.


















Note:
Pertunjukan dengan gemerlap lampu yang indah di mata penonton belum tentu bersahabat dengan kebutuhan fotografer. Hal ini seringkali saya alami dalam memotret pertunjukan musik. Perlu kesabaran dan pengorbanan banyak shutter untuk mendapatkannya, kadang hasil-hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, tapi saya menyukai prosesnya :D.

25 foto ini mungkin rasanya masih kurang untuk merekam saat-saat bersama Mancawarna Sarasvati, namun semoga berkenan dengan foto-fotonya.

Allex memotret dengan:
Nikon D90
Tamron 17-50 VC f/2.8
Nikkor AF 35-70 f/2.8
Nikkor AF 80-200 D f/2.8

Special thanks to Risa Saraswati dan keluarga besar Sarasvati, Budi Susanto, Arditop, Asra Cantsaynotohope, Iit Omuniuum dan semua rekan yang bertemu di acara ini.. :D.

Friday, April 1, 2011

WBA @ Aksara 2011/03/27




Setelah gagal mendapatkan akses foto di Beatfest, saya berkesempatan memotret The Whitest Boy Alive di Aksara Kemang, hari MInggu sorenya. Gigs ini memang semi rahasia, saya pun baru tahu beberapa jam sebelum acara. Menurut bocoran rekan saya WBA juga akan bermain spesial untuk acara Superbad Skandal pada malam harinya nanti, namun karena kesehatan yang kurang baik maka saya urungkan niat saya untuk mencetak hattrick menonton konser WBA tahun ini.

Foto-foto yang diambil juga tak banyak, mungkin karena saya ikut terpengaruh oleh mood Erlend Oye yang bete karena banyak penonton yang mengobrol saat mereka memainkan musik dan bernyanyi, dan sedikit terganggu juga oleh banyaknya penonton yg memotret (including me, maybe..). Secara umum saya cukup menikmati lagu-lagu yang dibawakan saat itu, selain lagu baru yang berjudul Upside Down semuanya berbeda dari set list di Beatfest.

Karena suasana yang kurang nyaman tadi WBA hanya membawakan 5 buah lagi dari entah berapa yg direncakan.. Kalau gak bete mungkin bisa nambah 5 lagi.. hehe. Seusai pertunjukan saya menghampiri Marcin Oz, bassist WBA untuk berbasa basi, berkenalan kembali kalau saya pernah berjumpa dengannya di Jaya Pub dan Bandung pada tahun 2009 lalu. Sedikit mendengarkan cerita Sebastian Maschat, dan menanggapi gerutuan Daniel yang menyayangkan "bad mood"-nya Erlend. Erlend sendiri menghilang entah kemana seusai gigs. Namun saya sempat berbincang-bincang dengan Ibunya Erlend, Kjersti Oye, yang turut serta ke Jakarta, beliau sangat ramah untuk ukuran orang bule. Teman saya ada yang menghadiahi Ibu Kjersti ini kaos Indonesia sebagai kenang-kenangan. Saya sempat kepikiran apa mungkin ya posisinya seperti bunda Ifet kalau di Slank.. :D

Melihat kecintaan WBA pada Asia khususnya Jakarta, saya pikir dalam setahun atau dua tahun ke depan mereka akan kembali lagi kesini, mungkin setelah menyelesaikan album ketiga. Who knows..

Enjoy the pics.

Note:
Pencahayaan di venue sebenarnya tidak merata, sangat terang di bagian Erlend sementara pada posisi Daniel (keyboard) begitu gelap. Thanks to filter ND di lightroom sehingga saya bisa sedikit meratakan cahayanya. Foto2 yang saya ambil cenderung ber-noise, karena itu saat post processing saya keluarkan saja sekalian. Masalah selera saja mungkin.

Allex memotret dengan D90 + lensa Tamron 17-50 f/2.8 VC. Semua olah digital menggunakan Adobe Lightroom 3.