Tuesday, March 30, 2010

Jens Lekman & KOC 2010/03/28




Sebetulnya saya ingin cerita banyak, tapi berhubung akhir-akhir ini cukup sibuk jadi baru beres ngetik setengahnya dan masih tanggung untuk dipublikasikan.. Liat2 fotonya dulu aja ya.. :D.. enjoy..

Wednesday, March 24, 2010

Melancholic Bitch @ Salihara 2010/03/24




Malam yang luar biasa bersama Melancholic Bitch dan Risky Summerbee & the Honeythief. Sayang band yang namanya terakhir ditulis ini tidak sempat saya foto karena masih patuh pada larangan keras memotret dari tuan rumah. Pada waktu Melancholic Bitch (selanjutnya akan saya tulis Melbi saja, sesuai singkatan yang sering ditulis oleh mereka sendiri) tampil saya memberanikan diri untuk memotret secara diam-diam dari bangku paling depan, yang kebetulan sekali di baris depan itu isinya ternyata adalah kuli jepret semua termasuk teman saya yang mengajak untuk duduk di depan, Muhammad Asranur.

Kita mundur dulu sedikit ke penampilan Risky Summerbee & The Honeyerthief. Walaupun tidak ada fotonya di album ini namun say akan mengatakan kepada orang-orang jika melihat nama mereka pada rundown suatu acara musik, maka jangan sampai melewatkannya.. kemampuan para personelnya yang multi-talented lebih dari cukup untuk menghasilkan kolaborasi musik yang cantik dari berbagai genre..

Kini kita kembali ke Melbi. Saat Ugoran menyapa penonton saya semakin sadar jika sebagian besar orang-orang yang merelakan uangnya untuk membeli tiket dengan harga cukup mahal untuk ukuran pertunjukan musik indie ini adalah mereka yang benar-benar ingin bersatu dalam kisah Joni dan Susi yang merupakan plot utama dari album Joni dan Susi. Sebuah kisah yang penuh perumpamaan dan ironi kehidupan, yang dikemas dalam musik yang bernuansa muram. Setidaknya itulah yang saya rasakan saat saya mendengarkan lagu-lagu mereka. Satu hal lagi yang mengundang decak kagum adalah kemampuan mereka untuk menampilkan pertunjukan live dengan kualitas musik dan vokal yang luar biasa, tentunya didukung juga oleh kualitas sound system Salihara dan (saya yakin) sound engineer yang kompeten.

Mereka membawakan lagu-lagu dari album balada Joni dan Susi dan beberapa lagu dari album sebelumnya serta sebuah lagu yang sekarang dicover oleh Frau yang berjudul Sepasang kekasih yang pertama bercinta di luar angkasa.

Satu pengalaman tak terlupakan ketika band ini membawakan lagu Distopia. Pada saat reff menjelang akhir lagu Silir Pujiwati, penyanyi wanita yang menyumbangkan suara pada lagu ini berkeliling dan menyodorkan microphone kepada penonon untuk bernyannyi bersama, termasuk salah satunya kepada saya. hahaha. Mudah2an sedikit suara saya tidak membuat penampilan mereka menjadi rusak, :p..

Lagu Distopia ini menjadi favorit saya karena entah mengapa pada bagian sisipan musik techno "dangdut koplo pantura" (musik2 seperti pada lagu kucing garong.. :p) yang biasanya kita sebut kampungan itu bisa menjadi menarik pada lagu ini.

Pertunjukan ini berakhir pada pukul 11 malam kurang, setelah Melbi membawakan belasan lagu. Semua penonton pulang dengan membawa kenangan masing2, ada yang berfoto bersama dengan personil band, membeli cd dan merchandise maupun hanya sekedar merokok sambil berbincang2. Saya juga sebenarnya ingin ngobrol2 sebentar namun rasa lapar dan kantuk mengalahkan keinginan saya itu.

See you on the next gigs.. Terimakasih untuk istri saya, Achie yang selalu sabar kalau saya tinggal2 buat motret.. Thanks juga buat Gita, Iit &Tri dan rombongan Bandung, Asra, Felix, dan teman2 lain yang hadir malam itu.

Photographer's note:
Jangan lupa naikin ISO sbelum moto kondisi lowlight begini.. Hanya bisa memaki saat sadar waktu buka di komputer dan liat EXIF ternya ISOnya cuma di 500.. pantesan gak bisa naikin speed.. arrggh..

My gear is as usual, Nikon D90 and Nikor AF 35-70mm f/2.8..

Alx.

Monday, March 22, 2010

Camera Obscura @ Bandung, 2010/03/10




Tujuan utama kedatangan saya ke Bandung Sabtu lalu adalah untuk menyaksikan penampilan band dari Scotland ini. Mereka menjadi band tamu pada acara puncak LA Indiefest Festivesound 2010 yang bertempat di Sasana Budaya Ganesha, Bandung.

Sebetulnya ingin juga menyaksikan band-band yang biasanya selalu ada dalam daftar tonton saya seperti SORE dan Mocca, juga The Trees and The Wild yang sampai hari ini belum berjodoh dengan saya (gelo lah, band yang lagi happening tapi gw belum pernah nonton sekali pun.. hehe..), akan tetapi semua itu terpaksa harus saya tinggalkan demi sebuah spot di depan panggung yang kalau saya angkat pantat dari sana dijamin ilang tempat sodara2..

Maka saya pun memasang jangkar disana dan menonton apa saja yang ada di depan panggung hingga tiba waktunya para personel Camera Obscura menaiki panggung. Seblum mereka tampil ada suguhanyang lumayan menarik, sebuah band dari Singapore yang bernama Electrico. Karena belum pernah mendengar lagu2 mereka sebelumnya maka saya yang datang bersama istri dan beberapa orang teman pun bertanya2 seperti apa musiknya. Teman saya bahkan dengan gagah mengatakan bahwa musiknya adalah elektronik seperti namanya.. Ketika lagu pertama dimulai "jreng jreng" ternyata ini adalah band alternative.. hahahaha.. Setelah itu tampil juga Icon LA Indiefest tahun lalu yang digandrungi oleh banyak remaja masa kini, yaitu The Banery dengan dasi kupu2 mereka yang khas (Album Electrico dan The Banery akan menyusul, kalo gak males ngeditnya :p)

Saya ngetem lumayan lama di depan stage itu, kurang lebih 2 jam lah, untung istri saya lebih memilih untuk duduk di belakang.. kalo engga bisa murang-maring dia (apa ya murang-maring itu kalo dibahasa indonesiakan.. ah biarin lah.. dia juga gak ngerti ini.. hihihi). Acara sempat diselingi oleh pemberian awards entah apalah soalnya banyak sekali dan saya gak ngeh juga :D..

Dengan diiringi musik dari DJ saya memperhatikan soundman Camera Obscura yang mulai beraksi menata peralatan. Agak lama kemudian Camera Obscura hadir menyapa seluruh penonton di Sabuga malam itu dan disambut dengan gemuruh sorak dan tepuk tangan semua yang memang sudah mnantikan kehadirannya.Mereka mengawalinya dengan lagu dari album terbaru mereka yang berjudul My Maudlin Career. Selanjutnya Tracyane Campbell dan kawan-kawan seolah menyihir saya untuk tidak melepaskan pandangan ke arah panggung sambil sesekali memotret mereka. Sesekali yang tanpa terasa sudah menghabiskan banyak shutter.. hoho. Aksi panggung mereka tidak terlalu agresif, ya tentu saja karena musik yang diusung juga bukan musik cadas. Pada jeda antar lagu Tracyanne juga mencoba berkomunikasi dengan penonton. Dengan logat British-nya ia mengatakan kalau mereka merasa senang bisa hadir di sini dan berterimakasih atas sambutan hangat dari penonton di Bandung.

Malam itu Camera Obscura hanya membawakan 9 lagu plus 2 encore seperti yang bisa dilihat pada foto terakhir. Padahal kalau mereka tampil dalam gigs tersendiri mungkin bisa membawakan lebih dari 16 lagu. Mungkin tahun depan perlu diundang secara khusus, mudah2an ada promotor yang tertarik.. hehehe..

Well, that's my great night with Camera Obscura. Untuk info lebih lengkap tentang band ini bisa tanya ke Mbah Wiki atau buka www.camera-obscura.net. Terimakasih kepada panitia yang sudah mengundang band ini dan menjual tiket dengan harga yang masih wajar, juga dengan sound dan lighting yang mantap. Thanks juga untuk Mamang Aries Poldan dan Istri yang sudah dititipin tiket dan mengantar jemput dari rumah ke tekape..

See You on the next gigs.

Gear:
Nikon D90 and Nikkor AF 35-70 f/2.8

Monday, March 1, 2010

Mencoba Lensa Baru




Akhirnya kirimannya dateng juga.. Terimakasih banyak buat Bram dan Wiji serta temennya Wiji yang udah gw repotin buat ngebeliin lensa ini dari Singapura.

Setelah hampir setahun browsing untuk mencari wangsit dan nabung (ini bagian yang paling lama.. :D) akhirnya saya memutuskan untuk membeli lensa ini, AF 35-70mm f/2.8 (non D). Keputusan untuk memilih non D juga berdasarkan hasil browsing bahwa "D stands for distance technology and some 3D matrix options when it's used with strobes". Jadi hasilnya tidak terlalu signifikan kecuali kalau kita ingin menggunakan feature2 tersebut.. perlu penyesuaian ceunah.. Selain itu ya memang lensa yang dijual adanya yang non D.. hehehe.. semua konsekuensi sudah dipertimbangkan seperti CF di kamera DX yang mengakibatkan focal length lensa ini (kalau dibandingkan dengan full frame) menjadi +/- 52-105mm, terus katanya di focal length 70mm f/2.8 hasil akan sedikit soft dan pada macro mode 35mm lensa ini harus manual focus, juga isu flare yang cukup rawan jika berhadapan langsung dengan sumber cahaya.

Sekarang saya masih beradaptasi dengan lensa ini.. masih menyesuaikan dengan push-pull zooming, beratnya yang cukup lumayan juga sepertinya mewajibkan saya latihan fisik supaya tangan menjadi lebih berotot dan kuat unuk menopang lensa ini.. heuheu..

Beberapa hasil di LCD kamera rada bikin ketar-ketir.. tapi begitu masuk CNX dan melakukan autolevel agak sedikit bisa bernafas lega.. :D.. isu agak soft di focal length 70mm sepertinya ada benarnya.. apalagi ditambah hand grip yang belum stabil.. T_T.. Apa perlu kalibrasi lensa ini juga ya. jangan2 emang lensanya yang bermasalah.. ah entahlah.. pokoknya kita coba dulu jepret-jepret dengan lensa ini..